Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.
Sangkongsa, Nyanyian Kritik Sosial ala Usman Hamid
Jumat, 18 April 2025 09:50 WIB
Dalam lanskap musik Indonesia yang kaya akan kritik sosial, "Sangkongsa" karya Usman Hamid hadir sebagai manifestasi kontemporer dari tradisi
Dalam lanskap musik Indonesia yang kaya akan kritik sosial. Sangkongsa karya Usman Hamid hadir sebagai manifestasi kontemporer dari tradisi panjang nyanyian protes yang telah mengakar kuat di tanah air. Lagu ini tidak sekadar menjadi medium hiburan, melainkan instrumen determinasi keadilan yang disuarakan melalui lirik-lirik penuh makna.
Usman Hamid, yang lebih dikenal sebagai aktivis HAM yang vokal, menggunakan medium musik untuk menyuarakan kegelisahan kolektif terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang masih menjadi problematika nyata dalam kehidupan bernegara.
Sangkongsa menawarkan kritik yang tajam namun dibalut dalam berbagai lapisan metafora yang cerdas. Pemilihan kata seperti "dewa-dewa perkara", "dewa-dewa narkoba", dan "dewa-dewa angkara" merupakan simbolisasi dari oknum-oknum yang memposisikan diri mereka di atas hukum dan keadilan. Berbeda dengan pendekatan satir yang digunakan Iwan Fals dalam Bento yang menciptakan karakter fiktif sebagai personifikasi elit korup, Usman memilih menggunakan sudut pandang orang pertama yang lebih langsung dan konfrontatif. Frasa "Atas nama negara, aku bisa jadi kaya" dan "Atas nama sang saka, semua bisa diperdaya" menyuarakan kritik terhadap praktik korupsi yang bersembunyi di balik dalih pengabdian pada negara.
Keunikan Sangkongsa terletak pada keseimbangan antara determinisme keadilan dan aspirasi perubahan. Di satu sisi, lagu ini menyuarakan kenyataan pahit tentang korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan ketidakadilan sistemik. Namun di sisi lain, pada bagian akhir lagu terdapat seruan yang menekankan pentingnya kebenaran dan keadilan: "Ungkapkan kebenaran, bentangkan keadilan". Ini menunjukkan dimensi aspiratif yang tidak sekadar berhenti pada kritik, melainkan menawarkan visi tentang transformasi sosial yang diharapkan.
Dalam konteks sejarah musik protes Indonesia, Sangkongsa melanjutkan tradisi yang telah dibangun oleh musisi-musisi seperti Iwan Fals, Ebiet G. Ade, dan Harry Roesli, namun dengan pendekatan yang lebih kontemporer dan langsung. Jika musisi era Orde Baru harus menyandarkan diri pada penggunaan metafora dan perlambangan karena keterbatasan ruang kritik, "Sangkongsa" hadir di era yang memungkinkan kritik lebih terbuka meski tetap mempertahankan estetika sastra dalam penyampaiannya. Lagu ini menjadi bukti bahwa nyanyian protes tetap relevan sebagai instrumen kritik sosial di tengah dinamika politik Indonesia kontemporer.
Sangkongsa bukanlah sekadar lagu, melainkan manifestasi dari komitmen terhadap keadilan dan kebenaran. Melalui harmonisasi antara kritik yang tajam dan aspirasi yang konstruktif, Usman Hamid berhasil menciptakan karya yang tidak hanya menghibur telinga, tetapi juga menggugah kesadaran kritis pendengarnya. Dalam tradisi musik protes Indonesia, Sangkongsa menegaskan bahwa nyanyian dapat menjadi kekuatan determinasi keadilan dan sarana kritik aspiratif yang efektif di tengah kompleksitas relasi kekuasaan.

Penulis Indonesiana
5 Pengikut
Artikel Terpopuler